CENTRALBATAM.CO.ID, NATUNA – Rapat Paripurna pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Natuna Tahun Anggaran 2025 yang awalnya penuh semangat tiba-tiba berubah haru. Suasana ruang sidang mendadak hening, seolah setiap mata dan telinga tertuju pada seorang pria yang berdiri di podium.
H. Ahmad Sapuari, Sekretaris Fraksi Amanat Pembangunan Sejahtera, saat itu sedang membacakan pandangan akhir fraksinya. Namun, pidatonya terhenti sejenak. Suaranya bergetar, dan matanya mulai berkaca-kaca. Dengan tangan gemetar, ia mengusap air matanya.
“Saya merasa sangat terharu,” ucapnya dengan nada lirih namun penuh makna. Ia menundukkan kepala, menarik napas panjang sebelum melanjutkan. Sapuari berbicara tentang kelompok masyarakat yang jarang mendapat perhatian: pengurus masjid, marbot, guru ngaji TPA, dan tokoh-tokoh keagamaan lainnya.
“Mereka ini orang-orang luar biasa,” katanya, dengan suara yang masih bergetar. “Mereka mengabdikan diri dengan penuh keikhlasan, tetapi sering kali kurang mendapat perhatian. Insentif memang ada, tapi jumlahnya sangat kecil. Padahal, mereka harus membagi waktu antara mengurus rumah ibadah, mendidik anak-anak, dan mencari nafkah untuk keluarga.”
Saat Sapuari menyampaikan itu, suasana ruang sidang berubah menjadi sendu. Beberapa anggota DPRD yang hadir terlihat menunduk, merenungkan apa yang baru saja dikatakan. Kata-kata Sapuari terasa begitu tulus, seolah langsung mencerminkan apa yang ia lihat dan rasakan di lapangan.
Sapuari kemudian melanjutkan, mengisahkan perjuangan para marbot dan pengurus masjid yang ia temui selama turun ke tengah masyarakat. Bagaimana mereka berjuang memenuhi kebutuhan keluarganya sambil tetap setia melayani umat.
“Jika pemerintah memberikan perhatian lebih, saya yakin itu akan sangat membantu mereka dan juga masyarakat luas,” ujar Sapuari dengan penuh keprihatinan. “Mereka ini adalah pilar keimanan dan sosial kita, yang menjaga moral dan spiritual masyarakat. Kita tidak boleh melupakan mereka.”
Sapuari menekankan bahwa membangun Natuna tidak hanya soal infrastruktur megah seperti jalan atau jembatan, tetapi juga soal membangun manusia. Ia menyerukan agar RAPBD 2025 lebih berpihak kepada kelompok keagamaan yang selama ini terus mengabdi tanpa pamrih.
“Membangun manusia, itulah yang terpenting. Kita harus menghargai pengabdian mereka yang bekerja untuk kepentingan umat,” tambahnya dengan nada tegas namun emosional.
Saat pidatonya berakhir, ruang sidang hening sejenak sebelum tepuk tangan menggema. Sapuari telah menyampaikan sesuatu yang lebih dari sekadar pandangan fraksi—ia menyuarakan hati nurani masyarakat kecil yang sering kali terlupakan.
Di luar sidang, nama Ahmad Sapuari mulai diperbincangkan. Sikapnya yang tulus dan emosional menggambarkan dedikasi seorang pemimpin yang benar-benar memahami kebutuhan rakyatnya. “Ketika air mata seorang pemimpin tumpah,” ujar salah satu hadirin, “itu bukan kelemahan, tetapi kekuatan cinta yang murni untuk rakyatnya.”
Perjuangan H. Ahmad Sapuari hari ini menjadi pengingat bahwa membangun Natuna berarti membangun semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang tak pernah menuntut tetapi selalu memberi. Sebuah pelajaran bahwa keadilan sosial dan kemanusiaan adalah pondasi utama bagi kemajuan daerah.(ham)