Tidak terasa Ramadan 1439 Hijriah sudah memasuki hari kesembilan. Alhamdulillah kita masih diberikan usia panjang untuk dapat mengikuti peribadatan Ramadan tahun 2018 ini. Mengerjakan puasa bukan hanya sekedar menahan lapar dan dahaga. Seorang muslim yang sedang puasa harus menjaga sikap dan sifat tercela.
Ada sebuah kebiasaaan yang sering dilakukan tanpa disadari, yakni membicarakan aib orang lain. Terlalu asyik diskusi dan curhat, terkadang seseorang terjerumus membicarakan kejelekan orang lain. Tidak sedikit mereka yang menjalankan puasa namun dengan sengaja masih menggunjing kekurangan orang lain. Bahkan di antara umat Islam memperolokkan sesama muslim lainnya menjadi kebiasaan.
Ketika orang lain melakukan sebuah kesalahan, seseorang yang tidak bersalah akan merasa dirinya suci. Lalu menertawakan dan menyebarkan kesalahan atau kelemahan orang lain itu. Tidak jarang juga, kesalahan-kesalahan orang lain yang kita tidak tahu kebenarannya disampaikan kepada orang lain. Tidak ada manusia satu pun di muka bumi ini yang tidak pernah melakukan kesalahan.
Membuka aib orang lain merupakan perbuatan yang sangat keji. Selain tercela, perbuatan itu merupakan dosa besar. Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: Siapa yang menutupi aib seorang muslim maka akan ditutupi aibnya di dunia dan di akhirat (HR. Ibnu Majah Juz II/79).
Siapa yang mengajak kebaikan maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Siapa yang mengajak kesesatan maka baginya dosa seperti dosa yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit (HR. Muslim 2674).
Allah juga berfirman yang artinya:
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat makruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia (tasir surat An Nisaa’ 114).
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sangat mewanti-wanti kepada umat muslim untuk menutupi rahasia (kejelekan) sudara muslim lainnya. Dalam sabda Rasulullah disebutkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu yang artinya: Tahukah kamu apakah ghibah atau menceritakan aib orang lain itu? Maka para sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkan: Yaitu kamu menyebut saudaramu dengan sesuatu yang dia benci? Maka ada sebagian sahabat yang bertanya: Beritahukan kepada kami, bagaimana jika yang saya katakan ada padanya? Beliau Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab: Jika yang kamu katakan ada padanya, maka kamu telah berbuat ghibah, dan jika tidak ada padanya apa yang kamu katakan maka kamu telah berdusta padanya (HR. Muslim).
Dari penjelasan di atas telah banyak larangan-larangan yang bersumber kepada Alquran dan Sunnah tentang membuka aib orang lain. Dan secara psikologis, membuka dan membicarakan aib orang lain merupakan gangguan kepribadian yang harus segera diobati. Sebab jika tidak segera di atasi maka akan memunculkan penyakit hati dan berujung kepada kekufuran.
Lebih baik kita meluruskan niat dan mengoreksi ibadah kita sendiri. Ambil cermin dan lihatlah kesalahan dan kelemahan kita. Sudah terlalu banyak Allah menutupi kesalahan-kesalahan kita, tidak terhitung betapa kasih dan rahmat Allah kepada kita sehingga keburukan-keburukan kita dilindungi-Nya.
Momentum Ramadan 1439 Hijriah (2018 M) ini merupakan medan pertempuran untuk melawan nafsu-nafsu yang ada di dalam diri manusia. Selama setahun berlalu umat muslim juga telah menjalankan puasa Ramadan sebelumnya. Namun, Ramadan yang sudah dilewati dari masa ke masa apakah sudah membawa perubahan dan pencerahan bagi kita? Hanya diri kita sendiri yang bisa menilai dan mengukurnya.
Allah berfirman dalam surat Al Hujurat ayat 12 yang artinya:
“Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya” (tafsir Al Hujurat ayat 12).
Memang pada kenyataannya untuk mencegah perbuatan dan sifat tercela sangat berat godaannya. Tetapi Allah sudah memberikan akal untuk memilih. Paling penting adalah niat dan ikhtiar merupakan hal yang wajib. Maka dari itu, apabila ada saudara muslim di sekeliling yang suka menceritakan kejelekan, maka kewajiban kita mengingatkan dan mencegahnya. Kita ini manusia yang lemah. Tidak ada manusia yang hidup tanpa salah dan dosa.
Maka dari itu, jadilah kita hamba-hamba Allah yang saling mengingatkan dan memaafkan kesalahan orang lain, bukan menjadi hakim atas kesalahan dan aib orang lain. Rasulullah bersabda dari Anas, ketika aku (Rasulullah) dinaikkan (mikraj), aku melewati suatu kaum yang mempunyai kuku dari kuningan, mereka mencakar-cakar muka dan dada mereka sendiri, maka aku (Rasulullah) berkata;
“Siapa mereka itu, wahai Jibril? Maka Jibril pun menjawab: Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (membicarakan aib) dan menyentuh kehormatan mereka” (HR. Abu Daud).
Dari penjelasan hadis di atas, maksudnya haram bagi seorang muslim untuk membunuh, memakan harta, atau melecehkan kehormatan muslim lainnya dengan cara yang tidak dibolehkan dalam syariat. Menceritakan aib orang lain adalah termasuk dosa besar dan termasuk maksiat yang paling tersebar di kalangan kaum muslimin. Celakanya, hal ini dianggap remeh-temeh sehingga jika terjadi pergunjingan justru semakin dibuka semuanya.
Ghibah atau membicarakan kejelekan atau keburukan orang lain. Dan hal ini penyebab terjadinya permusuhan antara kaum muslimin dan merusak persaudaraan di antara mereka. Karena buruknya perbuatan ghibah ini Allah Ta ‘Ala mengumpamakan orang yang berbuat ghibah dengan orang yang makan daging saudaranya dalam keadaan mati. Hukuman di alam barzakh mereka mencabik-cabik muka dan dadanya sendiri.
Perbuatan ghibah termasuk dosa besar. Kemudian menyebut orang lain dengan sesuatu yang dia benci adalah termasuk ghibah yang haram dilakukan, walaupun hal itu benar-benar ada pada orang tersebut. Selain itu haramnya mendengarkan ghibah, karena orang yang mendengarkan telah membantu saudaranya untuk ghibah dan ridha dengan ghibah tersebut. Kita sebagai muslim wajibnya mengingkari orang yang berbuat ghibah dan melarangnya dari perbuatan tersebut.
Sebab sangat pedih sanksi bagi orang yang berbuat ghibah di alam barzakh nanti. Keutamaan melindungi kehormatan seorang muslim, maka Allah akan memelihara mukanya dari api neraka pada hari kiamat. Marhaban Ya Ramadan, Marhaban Ya Lailatul Qadar, Marhaban Ya Syawal, Marhaban Kebajikan, Rahmat, dan Ampunan. Semoga ibadah kita diterima Allah dan Allah senantiasa melindungi kita dari perbuatan keji dan dosa, aamiin.