CENTRALBATAM.CO.ID, TANJUNGPINANG-Sidang kedua terhadap terdakwa Erianto alias Ujang bin Bahrun Taher kembali bergulir, Jumat (22/7/2016) sore lalu, di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungpinang, Kepri.
Dalam sidang keduanya, Anggota Dewan pada DPRD Kepri dari fraksi Partai Demokrat yang tersandung kasus korupsi ini, tetap tidak mengenakan seragam tahanan.
Meski terlihat dispesialkan, sang anggota aktif DPRD Kepri periode 2014-2019 ini tetap dihantam habis-habisan dengan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan.
Dalam persidangan, saksi Imron Kepala Bank Riau-Kepri cabang Natuna, Muhammad Tasrip Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Natuna, Wan Sido Karya binti Wan Zawali dari BPKP Kepri dan Siti Zumaidah, H. Ihwan Solihin sebagai Bendahara LSM Badan Perjuangan Migas Kabupaten Natuna (BPMKN) dihadirkan.
Dalam kesaksiannya, dihadapan Ketua Majelis Hakim Zulfadly, SH, didampingi Hakim Anggota Guntur Kurniawan, SH dan Suherman, SH. Saksi Imron mengatakan, bahwa ia pernah diperiksa di Polda Kepri dalam perkara terdakwa Erianto.
Dia menegaskan, dalam proses pencairan dana bantuan sosial (Bansos) yang dimintakan terdakwa Erianto (LSM BPMKN, red) kepada Pemprov Kepri dan Pemda Natuna. Keikutsertaan Bupati dan Wakil Bupati, Sekda Natuna, serta DPRD Keprilah yang menyebabkan pencairan dana bansos itu sangat begitu mudah.
“Itu dana katanya untuk Hibah belanja LSM BPMKN bidang sosial dan kemasyarakatan. Mata anggaran yang sisa di 2013 itu hanya tinggal Rp 500 juta yang disediakan Pemda Natuna. Itulah yang saya cairkan,” ujarnya.
“Nah, dalam pencairan sejak 2011 sampai 2013 itu ada sekitar Rp 5 miliar yang diterima LSM Badan Perjuangan Migas Kabupaten Natuna (BPMKN). Ini semua tentu tidak mudah, perlu adanya orang-orang tertentu untuk mempermudah prosesnya,” kata Imron.
Mengingat posisi Erianto saat menjadi Bendahara di LSM BPMKN, merupakan seorang anggota aktif DPRD Kepri periode 2014-2019, lanjutnya. Tentu sangat mudah bagi Terdakwa dalam meminta bantuan pencairan kepada Bupati dan Sekda Natuna.
“Pak Erianto kan anggota Dewan, jadi bisa sangat mudah beliau meminta bantuan. Terlepas murni atau tidaknya bantuan para pejabat pemerintah itu, saya ga tahu. Yang jelas Bupati dan Sekda ikut membantu. Kalau tidak, mana mungkin dana sekitar Rp 5 miliar ini bisa cair,” bebernya.
Kemudian, saksi Tarsip, lewat keterangannya mengatakan. Seluruh rangkaian pencairan dana dari proposal fiktif yang dibuat terdakwa, sangat ditekankan pada posisinya yang saat itu menjabat sebagai anggota DPRD Kepri aktif.
Hal inilah yang diduga semakin memperlancar proses pengesahan mata anggaran pencairan dana bansos, dalam pembahasan ditingkat dewan.
“Berhubung beliau ini seorang anggota Dewan, ya tidak menjadi rahasia lah kalau proposal fiktif yang dibuatnya bisa dengan cepat diproses,” kata Tarsip.
Kemudian, saksi Siti Zumaidah, selaku bendahara II di LSM BPMKN menyatakan seluruh dana bansos dari 2011 sampai 2013 tersebut langsung dicairkan dan kemudian dimasukkan kerekening LSM BPMKN yang hanya bisa diakses oleh terdakwa.
“Saya cuma masukin uang dari transferan Kas Daerah Natuna ke rekening LSM. Dan itu rekening hanya bisa diakses oleh terdakwa, maksudnya diakses ini, ya orang lain bisa kirim. Tapi yang cairkan uang dari rekening giro LSM itu ya cuma pak Erianto sendiri saja, selaku Bendahara diproposal pengajuan dana itu,” tegasnya.
Dikatakannya, masukan uang kerekening LSM dilakukan bertahap, yakni:
1. Mulai 2011, ada sebanyak 3 kali. Yakni:
-Agustus, sebanyak Rp 800 juta,
-September, sebanyak Rp 800 juta,
-November, sebanyak Rp 800 juta.
2. Kemudian ditahun 2012:
-Maret, sebanyak Rp 500 juta,
-April, sebanyak Rp 500 juta,
-Juni, sebanyak Rp 350 juta.
3. Lalu ditahun 2013 ada:
-April, sebanyak Rp 250 juta,
-Juli, sebanyak Rp 250 juta.
“Jadi total di 2011 itu ada Rp 2,4 miliar, ditahun 2012 ada Rp 1,350 miliar dan ditahun 2013 itu ada Rp 500 juta. Jadi dalam 3 tahun itu ada 4,250 miliar yang masuk rekening LSM BPMKN, itu yang saya tahu dan saya pernah jalankan,” kata Siti.
Namun, lanjutnya. Jumlah tersebut masih belum cukup, mengingat total keseluruhan dana bansos yang diberikan itu mencapai Rp 5 miliar.
“Tapi yang pernah saya masukkan kerekening LSM itu hanya Rp 4,250 miliar. Diluar itu saya tida tahu,” jelasnya dengan raut pucat dan berlinang air mata, seolah takut menjelaskan kesaksiannya dihadapan Majelis Hakim.
Sebelumnya, dalam perkara Korupsi nomor 13/Pid.Sus-TPK/2016/PN Tpg, terdakwa didakwa lantaran terendus melakukan kecurangan, dalam proyek penyaluran dana Bantuan Sosial (Bansos), di Kabupaten Natuna.
Hal ini turut dibuktikan dan dipertegas dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yuyun Wahyudi, SH dan Jaksa Imam Rusli, SH.
“Dalam perbuatannya, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi dalam Proyek penyaluran dana bantuan sosial (Bansos) di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Terdakwa terbukti bekerja sama dengan saksi Muhammad Nasir bin Bujang Zainal alias Nasir, selaku Ketua Dewan Pendiri Badan Perjuangan Migas Kabupaten Natuna (BPMKN),” kata JPU Yuyun Wahyudi.
Dalam menjalankan aksinya, kedua terdakwa, meski dalam perkara yang terpisah mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Badan Perjuangan Migas Kabupaten Natuna (BPMKN).
LSM itu sendiri, diketuai oleh saksi sekaligus terdakwa Zainal alias Nasir. Sementara terdakwa Erianto, anggota Dewan di DPRD Kepri yang masih aktif dalam periode 2014 sampai dengan 2019 ini menjabat sebagai bendahara di LSM BPMKN tersebut.
“Kemudian keduanya membuat proposal fiktif, untuk meminta dana Bansos ke Pemerintah Pusat, melalui perantara Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Natuna dan selanjutnya diteruskan ke DPRD Provinsi Kepri, hingga ditembuskan ke Pemerintah Pusat,” tegasnya.
Dalam pembuatan proposal ini, kedua terdakwalah yang akhirnya menikmati hasi dari dana Bansos yang telah disetujui dan dicairkan.
Dalam dakwaan dipaparkan, kedua terdakwa bekerja sama membuat proposal fiktif, menyebarkan proposal, hingga akhirnya mendapat pencairan dana Bansos yang dinikmati secara pribadi alias menguntungkan diri sendiri.
Atas perbuatannya, Negara mengalami kerugian materil sebesar Rp 3.259.274.751 (3,25 M). Data ini diperoleh dari hasil audit di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Daerah (BPKPD) Provinsi Kepulauan Riau.
“Atas perbuatannya pula, terdakwa Erianto dijerat dengan dakwaan Primair melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001, tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP,” ungkapnya.
Dakwaan Subsidair, lanjutnya, melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001, tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.