CENTRALBATAM.CO.ID, BINTAN –Mantan Ketua DPRD Bintan,Lamen Sarihi mengatakan, pihak Rumah Sakit (RS) tidak diperbolehkan menolak pasien.
Penolakan pasien oleh Pihak RS berdasarka UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan katanya, ada ancaman hukuman pidana.
“Tidak boleh itu. Ada ancaman hukuman loh,” kata Lamen menanggapi berita centralbatam.co.id, kemarin (19/9) malam.
Ia menjelaskan, dasar hukumnya adalah Pasal 32 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), berbunyi:
Pasal 32 ayat 1: “Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan pencatatan terlebih dahulu,” jelasnya.
Kemudian, pasal 32 ayat 2: “Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka,” tambahnya.
Selain itu Pasal 29 ayat (1) huruf f Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU Rumah Sakit) yang mengatur tentangKewajiban Rumah Sakit, dengan tegas menyatakan Rumah sakitwajib memberikan fasilitas pelayanan pasien gawat darurat tanpa uang muka.
Selengkapnya Pasal 29 ayat (1) huruf f: “Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban: melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin,pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan,” jelas mantan pengacara ini.
Lebih lanjut ia menjelaskan, berdasarkan bunyi pasal di atas, jelas bahwa dalam keadaan darurat rumah sakit seharusnya tidak bolehmenolak pasien dan/atau meminta uang muka, sebab dalam keadaan darurat/kritis yang menjadi tujuan utama adalah penyelamatan nyawa atau pencegahan pencacatan terlebih dahulu.
Menanggapi masalah yang terjadi seperti RSUD Kijang, tentang langkah hukum apa yang bisa diambil pasien, apabila rumah sakit menolak atau atau meminta uang muka kepada pasien padahal sedang dalam keadaan kritis/darurat.
“Pasien bisa menuntut Rumah Sakit baik secara perdata maupun secara pidana. Dasar hukumnya, Pasal 32 huruf q Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU Rumah Sakit), berbunyi: “Setiap pasien mempunyai hak: menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana,” tegasnya.
Masih kata Lamen, secara perdata, Pasien bisa mengajukan gugatan ke pengadilan atau melalui Badan penyelesaian sengketa konsumen terhadap rumah sakit yang akibat tindakannya telah merugikan pasien.
“Atau bisa juga menempuh jalur pidana dengan melaporkan pimpinan rumah sakit dan/atau tenaga kesehatannya ke polisi. Karena dasar hukumnya Pasal 32 ayat 2 jo Pasal 190 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, berbunyi,” ungkapnya.
Denda atau ancama pidana itu kata dia ada di Pasal 32 ayat 2:
“Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swastadilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka”
Sedang pada Pasal 190 ayat (1) menyatakan, “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”
Kemudian jika terjadi cacat hingga kematian, maka Ayat (2) akan berfungis sebagai dasar hokum karena bunyinya;
“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
“Jadi berdasarkan pasal di atas, jelas bahwa pimpinan rumah sakit dan/atau tenaga kesehatan yang menolak pasien dan/atau meminta uang muka, dapat dituntut secara pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak dua ratus juta rupiah. Dan apabila hal tersebut menyebabkan terjadinya kecacatan atau kematian pada pasien, maka ancaman pidananya lebih berat yaitu pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah,” pungkasnya.
Terpisah Direktur RSUD Kijang, Benni saat dikonfirmasi tindakan apa yang telah dilakukan pada pasien meninggal belum bisa memberikan komentar.
“Saya lagi sama pak Bupati bang Zai. Nanti telpon lagi ya,” ujar Benni melalui telpon. (Ndn)