CENTRALBATAM.CO.ID, LINGGA – Perjuangan dalam menempuh pendidikan cukup memilukan bagi pelajar di SMP Negeri 4 Lingga, Kepulauan Riau (Kepri).
Mereka berasal dari wilayah pesisir Desa Pekajang, Kecamatan Lingga yang merupakan daerah terluar dari Ibukota Kabupaten Lingga.
Berada di wilayah Kepulauan, lokasi desa mereka terpisah oleh jarak luasnya laut dari pusat perkotaan.
Meski merupakan anak dari seorang nelayan, namun semangat pendidikan tertanam kuat di hati para pelajar SMP ini.
Akses internet yang buruk di desa mereka, membuat empat orang pelajar ini harus menempuh perjalanan panjang, menyebrangi lautan untuk sampai ke pusat kota Dabo Singkep, Kabupaten Lingga.
Hal itu mereka lakukan untuk menumpang prasarana komputer dengan akses sinyal yang memadai di SMA Negeri 1 Singkep, untuk mengikuti Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) di Dabo Singkep.
Kepala SMPN 4 Lingga, Humaidi berjuang membawa ke empat peserta didiknya menempuh perjalanan laut selama sembilan jam, didampingi satu guru lainnya.
Perjalanan enam orang ini untuk sampai ke Dabo Singkep dimulai sejak 30 Agustus 2022 lalu.
Dengan menggunakan Tol Laut atau kapal Sabuk Nusantara 48, mereka berangkat meninggalkan keluarga di rumah pada malam hari. Sekira pukul 21.00 WIB saat itu mereka mulai menyebrang, hingga sampai pukul 06.00 WIB.
“Kalau kita tidak berangkat pada tanggal itu, kita khawatir kapal tidak masuk,” kata Humaidi, Selasa (20/9/2022).
Anak didiknya yang tidak terbiasa menggunakan perangkat komputer harus dilatih dulu, agar bisa mengerjakan soal saat ANBK.
Ke empat pelajar ini bernama Aldi, Fadila, Sabri, dan Bayu. Pengalaman pertama bagi mereka sampai di kota Dabo Singkep ini.
Mereka terlebih dahulu dilatih untuk mengunakan komputer saat ANBK. Siswa kelas VIII yang hanya berjumlah empat orang, tidak membuat Humaidi patah semangat untuk menghantarkan peserta didiknya ke Dabo Singkep.
Bergantung pada dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), berhasil menghantarkan mereka belajar dan berdiam di Dabo Singkep ini hingga satu bulan.
“Kita belum tentu juga pulangnya kapan, kalau kapal bulan ini tidak masuk, kita akan Carter kapal,” ungkapnya.
Tidak hanya di tahun ini, sejak adanya ANBK, setiap tahun mereka menempuh perjalanan laut untuk mengikuti ANBK di Dabo Singkep.
“Di sana cuma ada tower mini, untuk internet itu tidak ada sinyal, kadang-kadang kita mau kirim file kecil saja tidak bisa apalagi ikut ANBK ini. Untuk komputer bantuan dari pemerintah itu ada, sinyal aja yang tidak ada,” terang Kepala SMPN 4 Lingga ini.
Sebelum pulang pun, mereka harus memperkirakan cuaca, agar tidak membahayakan keselamatan saat berlayar pulang menggunakan kapal carter.
Humaidi berharap ada solusi dari pemerintah daerah untuk membangun atau memfungsikan tower di desa mereka, sebagai sarana pendukung untuk menunjang pendidikan yang layak.
Apalagi di era yang serba digital ini, akses sinyal sangat dibutuhkan banyak orang, terkhusus pelajar yang menempuh pendidikan.
Aliran listrik yang hanya 14 jam di Desa Pekajang, membuat komputer tidak bisa dihidupkan pada siang hari.
“Jadi sekolah memang sediakan mesin genset, untuk sarana pembelajaran,” tambahnya.(dkh)