CENTRALBATAM.CO.ID, TANJUNGPINANG – Erianto, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepri yang masih aktif dalam jabatannya ini tampak memalukan, saat disidangkan, Jumat (16/9/2016) siang.
Memalukan memang, anggota dewan yang seharusnya mengayomi masyarakat Kepri ini malah diseret dihadapan Majelis Hakim untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Anggota DPRD Kepri periode 2014-2019 ini disidangkan, lantaran tersandung kasus ‘Korupsi’. Diketahui ia bekerjasama dengan terdakwa Muhammad Nazir (Perkara terpisah) dalam proyek pelaksanaan seminar tingkat Nasional di Kabupaten Natuna.
Dalam serangkaian aksinya, seminar nasional dijadikan landasan olehnya dan Nazir, selaku Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Badan Perjuangan Minyak dan Gas Kabupaten Natuna (BPMKN) untuk menyerap anggaran dari Kas APBD Natuna dan Provinsi.
“Ya, saya salah Yang Mulia. Memang saya salah karena terlibat dalam perkara ini,” kata Erianto, Anggota dewan (DPRD Kepri, red), yang juga menjabat sebagai Bendahara LSM BPMKN saat disidangkan.
Dalam sidang yang beragendakan pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Tanjungpinang, dia mengaku sepakat dengan M. Nazir, untuk membuat Proposal ‘Fiktif’ untuk meraup keuntungan besar.
Proposal Fiktif itu sendiri, dibuat atas rencana program pelaksanaan seminar tingkat Nasional. Seminar Nasional ini disebut-sebut diprakarsai, untuk memajukan pembangunan Kabupaten Natuna.
Namun, lagi-lagi. Proposal itu hanya dijadikan umpan segar untuk menarik keuntungan besar.
Hal ini jelas terbukti, dengan fakta penerimaan dana Bantuan Sosial (Bansos) dari Pemda Natuna ke LSM BPMKN. Kucuran itu mengalir sampai 2 kali dalam setahun, dimulai sejak tahun 2011 sampai dengan 2013.
“Iya, sejak 2011 sampai 2013 kita terima uang dari Kas APDB Natuna. Ada yang Rp 200 juta, ada yang Rp 1,3 Miliar, ada yang Rp 2,4 Miliar dan ada yang Rp 500 juta. Awalnya kita mau buat seminar Nasional, tapi kita khilaf. Kami salah gunakan uang itu Yang Mulia, saya pribadi menyesal,” aku terdakwa Erianto.
Diketahui, atas perbuatan Erianto. Negara mengalami kerugian sekitar Rp 3,2 Miliar.
“Memang begitulah cobaan jadi Pejabat. Korupsi.. Makanya kalau mau jadi pejabat, harus berintegritas. Bukan berintrik dan liciknya tegas! Memalukan kamu ini, Anggota dewan kok korupsi. Jadi bagaimana? Negara rugi ini, apa kamu mau balikin?” tegas Ketua Majelis Hakim Zulfadli, didampingi dua Hakim Anggota lainnya.
Dalam kesempatan itu, Erianto mengaku sangat menyesal dan tidak akan mengulangi perbuatannya. Namun, untuk kerugian Negara yang dipertanyakan Majelis Hakim. Erianto hanya mengatakan ‘Insya Allah’.
Akan hal itu, Ketua Majelis Hakim Zulfadli menyatakan bahwa jawaban itu dinilai tidak memberikan dasar apapun dimuka persidangan.
“Kalau cuma Insya Allah, kapan baliknya itu uang negara? Giliran kamu mau korupsi, ga ingat Tuhan. Udah disidang, bilang-bilang Insya Allah. Memanglah saudara ini, sudah begini baru ngaku jera,” sindir Hakim Zulfadli.
Atas perbuatannya, Erianto didakwa dengan dakwaan Primair melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP Jo pasal 65 ayat (1) ke- 1 KUHP.
Subsidair, melanggar Pasal 3 Jo pasal 18 Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP Jo pasal 65 ayat (1) ke- 1 KUHP.
Mengingat seluruh rangkaian pemeriksaan telah selesai digelar, selanjutnya terdakwa akan dituntut pidana dua pekan depan, tepatnya pada hari Jumat (30/9/2016) mendatang di PN Tipikor Tanjungpinang.