CENTRALBATAM.CO.ID, KARIMUN – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karimun menilai, Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Tirtha Karimun telah melakukan pelanggaran, karena tak kunjung membayarkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, terhadap lebih dari 80 orang karyawannya selama tujuh bulan.
“Ini kan artinya nakal, secara undang-undang ini sudah pelanggaran, dan bisa dikatakan delik aduan untuk ditindaklanjuti. Ngapain kita terus-terusan memberikan kelonggaran. Sementara yang diberi kelonggaran tidak juga mengindahkan dan tidak mematuhi aturan main,” kata Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Karimun, Nyimas Novi Ujiani, Senin (15/6/2020).
Padahal lanjut Nyimas Novi, Komisi II DPRD Kabupaten Karimun telah memberikan batas akhir maksimal pembayaran iuran tersebut, paling lambat pada 10 Mei kemarin sudah harus diselesaikan. Namun hingga saat ini tak kunjung disetorkan ke BPJS.
Nyimas Novi juga menyebutkan, belum ada laporan resmi disampaikan pihak PDAM kepada dirinya, terkait apakah sudah diselesaikan atau belum.
“Belum ada laporan yang sampai ke meja kerja saya, artinya belum dituntaskan juga tunggakan BPJS Ketenagakerjaan terhadap 80 orang lebih karyawan PDAM. Padahal sudah kita berikan batas akhir paling lambat 10 mei lalu saat kita gelar hearing sebulan yang lalu di Banmus DPRD Karimun,” ungkap Nyimas Novi.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kabupaten Karimun ini juga telah berencana mengambil langkah tegas, untuk kembali memanggil PDAM Tirtha Karimun dalam hearing kedua kalinya pada pembahasan yang sama.
Dengan menghadirkan beberapa pihak terkait, mulai dari BPJS Ketenagakerjaan dan Bagian Perekonomian Pemkab Karimun yang membawahi PDAM.
“Jika belum juga dituntaskan atau diselesaikan, maka kita akan tetap tindak lanjuti, ini harus menjadi perhatian serius bagi Bupati Karimun,” tegasnya.
Dia mengaku mempertanyakan kinerja Bagian Keuangan PDAM Tirtha Karimun yang tak kunjung menyetor tunggakan BPJS Ketenagakerjaan tujuh bulan lamanya, padahal pemotongan iuran terhadap hak karyawan tetap dilakukan dan bukan diambil dari anggaran PDAM.
“Permasalahannya ini dari Bagian Keuangan yang tidak menyetor, kenapa sampai tujuh bulan. Bahkan dari laporan yang saya terima, ada yang akan menggunakan jaminan BPJS Ketenagakerjaan tapi ternyata ditolak karena nunggak, padahal uang pembayaran BPJS Ketenagakerjaan itu adalah gaji karyawan yang dipotong, bukan uang yang dikeluarkan perusahaan,” ucap Nyimas Novi.
Besaran nominal yang wajib dibayar untuk BPJS Ketenagakerjaan terhadap 80 lebih karyawan PDAM Tirtha Karimun setiap bulannya senilai Rp25 Juta lebih, dikalikan tujuh bulan maka total yang wajib dilunasi sekitar Rp180 Juta.(*)