CENTRALBATAM.CO.ID, BATAM-Teo Boon Tiak alias Tommy, Warga Negara (WN) Singapura ini terpaksa mengenakan seragam ciri khas terdakwa dengan bertuliskan ‘Tahanan 54’ saat disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (23/6/2016) sore tadi.
Teo disidangkan menjadi terdakwa, lantaran kedapatan memalsukan identitas dan kewarganegaraannya, dengan maksud untuk memperoleh Kartu Tanda Penduduk (KTP), Passport sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
“Terdakwa terbuti secara sah dan meyakinkan melakukan pemalsuan identitas dan kewarganegaraannya, untuk mendapatkan pengakuan sebagai warga Indonesia dan mendapatkan Passport sebagai WNI,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arie Prasetyo, dalam pembacaan dakwaan, Kamis sore tadi.
Dalam sidang yang di Pimpin Ketua Majelis Hakim Endi Nur Indra Putra, didampingi Hakim Anggota Jasael dan Muhammad Chandra. Terdakwa terlihat didampingi seorang penerjemah wanita, yang juga telah ditetapkan oleh Majelis Hakim untuk menerjemahkan seluruh pemicaraan kepada terdakwa dan sebaliknya, menerjemahkan apa yang terdakwa ucakan untuk disampaikan dalam persidangan.
Dalam dakwaan yang dibacakan tersebut, terdapaw 5 orang saksi yang ada namanya didalam BAP. Kelima saksi-saksi ini turut dihadiran dan didengar keterangannya dipersidangan.
Saksi Ichsan Rahman Sanjaya, Banned Steven, Rifki Rusman, Muhammad Irfan Lucky dan saksi Ruri Yana yang dihadirkan dalam persidangan, dalam keterangan masing-masing turut memenrkan dakwaan yang dibacaan Penuntut Umum.
Saksi Ichsan dari Imigrasi mengatakan, terdakwa memang menyandang status DPO. Status itu diperoleh, saat terdakwa sudah berhasil mengurus KTP yang berdomisili di Medan dan juga berhasil mengurus Passport dari kantor Imigrasi Batam.
“Nah, dalam kepengurusan KTP dan Passport inilah terdakwa memlsukan identitas dan Kewarganegaraannya. Nama aslinya iti Teo Boon Tiak dan erkewarganegaraan Singapura. Tapi dalam pemuatan KTP dan Passport itu, dia mengaku bernama Tommy yang berkewarganegaraan Indonesia. Disinilah terdakwa sudah melanggar peraturan Keimigrasian dan ditetapkan sebagai DPO,” kata Ichsan secara ringkas, mengenai terdakwa Teo hingga akhirnya ia ditetapkan sebagai terdakwa.
Diterangkannya lagi, dengan tindakannya yang memalsukan identitas. Ia memiliki kewarganegaraan ganda, yang seyogyanya dilarang oleh Pemerintah atau Negara manapun yang ada.
Setelah ditetapkan sebagai DPO, kemudian terdakwa melintas di Pelabuhan Internasional Ferry Sekupang, Batam.
Saat itu, saksi Rifki lah yang melihat langsung terdakwa dan kemudian melaporkannya ke bidang Pengawas dan Penindakan Imigrasi (Wasdakim) Batam.
“Saya lihat dia (terdakwa, red) mau berangkat, makanya saya laporkan dan ditunda keberangkatannya,” kata saksi Rifki, yang juga dari petugas Imigrasi.
Dikatakannya juga, ia sempat mewawancarai terdakwa saat dibawa keruang pemeriksaan. Kemudian, saat ditanya mengenai kelengkapan identitasnya, terdakwa malah meminta izin untuk pergi ketoilet.
“Saat itu dia minta mau ketoilet, ya kita pikir memang dia mau uang air. Dan ternyata, yang dibuang itu adalah ID Card terdawa yang masih aktif sebagai WN Singapura. Saat melihat ID Card (IC) itu ada ditempat sampah dalam kamar mandi, kita langsung geledah terdakwa dan temukan ada Passport dan KTP dengan nama Tommy, berkewarganegaraan Indonesia. Lalu kita cocokkan fotonya, ternyata cocok,” tegas Rifki.
Dalam proses pemeriksaan itu, terdakwa mengaku sebagai WNI. Namun berdasarkan IC (Identity Card) yang dibuang terdakwa, ia masih berstatus WN Singapura.
Kemudian, JPU menambahkan. Bahwa berdasarkan surat dari Konsulat Singapura untuk Batam, juga menyatakan bahwa terdakwa Teo Boon Tiak alias Tommy masih berstatus WN Singapura.
Dengan bukti itulah, terdakwa akhirnya ditangkap dan dipolisikan, hingga akhirnya disidangkan.
Atas hal itulah, Ketua Majelis Hakim, melalui Hakim Anggota Muhammad Chandra mempertanyakan apa dasar tindakan ‘mempolisikan’ terdakwa Teo tersebut.
Hal ini dianggap Hakim Chandra penting, karena perkara tersebut sungguh banyak terjadi di Batam. Namun, kebanyakan pelakunya malah dideportasi belaka dan belum satupun yang dipidanakan.
“Saya bukan membela terdakwa, tapi ini kasus baru satu-satunya yang disidangkan di Batam. Ini ada apa? Kenapa tidak dideportasi atau dipulangkan saja? Sama seperti ratusan atau bahkan ribuan WNA lainnya yang mencoba menggandakan kewarganegaraannya di Indonesia,” tegas Hakim Anggota, Muhammad Chandra kepada saksi-saksi penangkap dan pemeriksa dari Imigrasi Batam dan Jakarta.
Kemudian, saksi Ruri menjelaskan, bahwa tindakan memidanakan terdakwa ini memang kasus pertama imigrasi Batam yang dipidanakan. Karena dalam kebanyakan kasus, hal semacam ini hanya dilakukan tindakan deportasi.
“Ya, ini sebenarnya merupakan kewenangan Kepala Kantor Imigrasi yang ada diseluruh Indonesia, ada hak Deportasi dan ada hak Pro Justicia. Jadi ini langsung dilakukan pemidanaannya, berharap kasus serupa tidak lagi terdajadi dan diharap mampu menekan angka kriminalisasi dlam ranah keimigrasian,” kata Ruri, menjawab pertanyaan Hakim M. Chandra.
Mendengar pernyataan tersebut, Hakim Chandra kembali menegaskan, didalam ranah tindak pidana umum (Pidum) perbuatan terdakwa memang masuk dalam ranah penipuan.
“Memang ini penipuan, tapi kenapa baru sekarang diterapkan hak pemidanaan itu? Kok tidak dari dulu?” ungkapnya.
Dalam persidangan itu, terdakwa hanya membenarkan keterangan saksi-saksi dan mengakui kesalahannya.
“Memang itu benar, saya yang salah,” kata terdakwa, melalui penerjemahnya.
Atas perbuatannya pula, terdakwa dijerat dengan dakwaan tunggal, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 126 huruf c Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.
Penulis : Junedy Bresly