CENTRALBATAM.CO.ID, BATAM – Massa buruh dari berbagai asosiasi serikat pekerja di Kota Batam kembali menggelar demonstrasi, Senin (6/12/2021).
Mereka mendesak Gubernur Kepri untuk memberlakukan Upah Minimum Kota (UMK) 2021 sesuai keputusan Pengadilan Tinggi serta menolak besaran UMK 2022.
Sebelum menggelar aksi di depan Graha Kepri Batam Centre, massa buruh berkumpul di di Temanggung Abdul Jamal.
Dari sana, buruh yang umumnya berkendaraan roda dua itu kemudian melakukan long march ke Batam Centre.
Aksi buruh ini jauh lebih banyak dibanding hari sebelumnya. Para buruh ini sempat memblokade jalan di sekitar Simpang Panbil, dekat kawasan Batamindo Mukakuning sehingga aktivitas masyarakat menjadi terganggu.
Mereka memblokade jalan sebelum berangkat ke titik kumpul di Temanggung Abdul Jamal, Kota Batam.
Arus kendaraan macet total, terutama dari arah Batuaji menuju Batam Centre dan sebaliknya.
Polisi yang berjaga berusaha untuk mengurai kemacetan. Namun karena buruh menggunakan semua jalan, arus semakin macet. Aksi blokade ini sampai memicu kemarahan Kapolresta Barelang Kombes Pol Yos Guntur.
โTolong Anda balik. Ini jalan umum,โ kata Yos.
Massa buruh bahkan sempat terlibat saling dorong dengan kepolisian yang mengawal aksi demonstrasi tersebut.
Untuk diketahui, buruh melakukan aksi karena UMK Kota Batam yang ditetapkan Gubernur Kepri jauh dari harapan.
Upah untuk kota Batam sebesar Rp 4.186.359 ribu atau hanya naik Rp 35.429 (0,85 persen) saja dari UMK sebelumnya. Buruh mendesak kenaikan UMK 7 persen atau Rp 4,5 juta.
Selain itu, para buruh juga mendesak Gubernur Kepri untuk mencabut kasasi setelah buruh memenangkan sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjungpinang dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan.
Hanya saja, Gubernur kemudian melanjutkan kasasi ke Mahkamah Agung sehingga keputusan tersebut tidak dilaksanakan.
Sesuai putusan PTUN, gubernur harus menaikan UMK Batam sebesar 3,28 persen sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015.
Sebab, Gubernur Kepri yang waktu itu dijabat Plt Gubernur Syamsul Bahrum mengambil jalan tengah antara permintaan buruh dengan pengusaha, menaikkan UMK 20.651.
Pengusaha meminta UMK 2021 sama dengan UMK 2020, yakni Rp 4.130.279 sesuai surat edaran Kemenaker. Sementara butuh inginnya naik Rp 4.265.339 sesuai PP 78/2015.
Buruh kemudian menggugat keputusan itu ke PTUN Tanjungpinang di Batam. Gugatan buruh diterima dan dikuatkan dengan keputusan PTTUN Medan karena Pemprov Kepri banding. Dengan keputusan itu, ada selisih Rp 115 ribu.
Hanya saja, hingga penghujung Desember 2021, amanat PTUN itu tidak juga dilaksanakan karena Gubernur menempuh jalan kasasi ke Mahkamah Agung.
Hal ini juga berdampak pada penghitungan UMK 2022 yang menggunakan PP 36 Tahun 2021, yakni 0,85 persen dari UMK tahun 2021.
Tak Sesuai
Selain menolak UMK 2022, para buruh juga menuntut keadilan atas mekanisme pembayaran upah di perusahaan-perusahaan. Sebenarnya UMK di Kota Batam, sudah tinggi.
Hanya saja penerapan di lapangan tidak sesuai. Hampir semua perusahaan mengakali upah dengan cara menggabungkan upah dengan tunjangan.
“Cara perusahaan menghitung upah, gaji digabungkan dengan tunjungan yang diterima karyawan sehingga nilainya menjadi sesuai dengan UMK, sebesar Rp 4.1 juta,” kata seorang buruh.
Namun, setelah semua digabungkan, perusahaan kemudian memotongnya lagi dengan BPJS Kesehatan dan Jaminan Hari Tua (JHT).
Sehingga, gaji yang mereka tiap bulan menjadi rendah, paling banyak Rp 3.9 juta.
“Kalau tidak ada lembur, kita tidak pernah terima gaji sesuai dengan UMK,” katanya.
Selama ini para karyawan tidak berani protes karena serba salah. Saat ini sangat sulit mencari pekerjaan. Pihak perusahaan pun akan dengan sewenang-wenang pada karyawan yang memprotes.
“Kita serba salah, kalau kita permanen, terus kita ribut, kesalahan kita dicari-cari. Ujung-ujungnya dipecat,โ kata buruh yang tidak mau disebutkan namanya itu.
Itulah alasan butuh mendesak kenaikan UMK lebih tinggi dari ketetapan Gubernur Kepri yang berpedoman pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja.
Jika UMK dinaikkan menjadi Rp 4,5 juta, mereka menerima take home pay Rp 4,2 juta pun masih bisa menerima.
“Kalau seperti ini, kenaikan gaji hanya Rp 38 ribu, sudah jelas kita tidak akan terima gaji di atas Rp 4 juta sebulan,โ katanya.
Para buruh meminta pemerintah untuk melakukan kroscek kepada perusahaan, berapa sebenarnya gaji yang mereka bayarkan kepada buruh.
โIni soal keadilan, bukan hanya angka-angka yang kami tuntut. Pemerintah harus mengecek ke seluruh perusahaan,โ katanya. (dkh)



