CENTRALBATAM.CO.ID, JAKARTA-Kementerian Keuangan mencatat, pengeluaran pemerintah untuk subsidi energi ternyata bengkak Rp4,7 triliun sepanjang tahun 2017. Dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) senilai Rp89,9 triliun, pemerintah justru merogoh kocek Rp97,6 triliun.
Secara lebih rinci, pemerintah membayar subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG/elpiji) volume 3 kilogram (kg) sebesar Rp47 triliun, atau lebih besar dari target Rp44,5 triliun. Sementara itu, penggelontoran subsidi listrik tercatat Rp50,6 triliun dari target seharusnya Rp45,4 triliun.
Meski angkanya menggembung, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa subsidi ini telah disalurkan kepada PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).
“Ini sudah dibayarkan, di mana belanja subsidi ini lebih besar dibanding APBNP,” ungkap Sri Mulyani, Selasa (2/1).
Ia tak mengelak jika ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia. Adapun berdasarkan pantauan indikator makroekonomi terakhir, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) berada di angka US$50 per barel, atau lebih tinggi dari asumsi makroekonomi APBNP 2017 sebesar US$48 per barel.
Namun menurutnya, tak selamanya kenaikan harga minyak berbuah pahit. Sebab, pemerintah bisa mengompensasi kenaikan subsidi ini dengan penerimaan minyak daKementerian Keuangan mencatat, pengeluaran pemerintah untuk subsidi energi ternyata bengkak Rp4,7 triliun sepanjang tahun 2017. Dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) senilai Rp89,9 triliun, pemerintah justru merogoh kocek Rp97,6 triliun.
Secara lebih rinci, pemerintah membayar subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG/elpiji) volume 3 kilogram (kg) sebesar Rp47 triliun, atau lebih besar dari target Rp44,5 triliun. Sementara itu, penggelontoran subsidi listrik tercatat Rp50,6 triliun dari target seharusnya Rp45,4 triliun.
Meski angkanya menggembung, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa subsidi ini telah disalurkan kepada PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).
“Ini sudah dibayarkan, di mana belanja subsidi ini lebih besar dibanding APBNP,” ungkap Sri Mulyani, Selasa (2/1).
Ia tak mengelak jika ini disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia. Adapun berdasarkan pantauan indikator makroekonomi terakhir, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) berada di angka US$50 per barel, atau lebih tinggi dari asumsi makroekonomi APBNP 2017 sebesar US$48 per barel.
Namun menurutnya, tak selamanya kenaikan harga minyak berbuah pahit. Sebab, pemerintah bisa mengompensasi kenaikan subsidi ini dengan penerimaan minyak dan gas bumi yang lebih baik.
Adapun, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) migas di tahun lalu tercatat Rp111 triliun atau 116 persen dari target sebesar Rp95,6 triliun. Selain itu, capaian Pajak Penghasilan (PPh) migas pun tak mengecewakan, yakni Rp50,3 triliun atau 120,4 persen terhadap target sebesar Rp41,8 triliun.
Tak hanya itu, pengeluaran subsidi secara keseluruhan pun ternyata masih di bawah target kendati subsidi energinya membengkak. Dari pagu anggaran sebesar Rp168,9 triliun, pemerintah hanya menggelontorkan subsidi Rp166,3 triliun, atau 98,5 persen dari target sepanjang tahun lalu.
“Setiap kenaikan ICP itu tentu pengaruhnya sangat positif terhadap APBN. Ada tambahan penerimaan dari pajak, royalti, dan bagi hasil. Dibandingkan pos belanja, dampaknya justru lebih besar terhadap sisi penerimaan,” ungkap dia.
Ia berharap, pemerintah bisa mengelola subsidi energi sebesar Rp94,5 triliun dengan baik kalaupun harga minyak dunia terombang-ambing di tahun ini. Pihaknya menurut dia, juga harus memperkuat sisi penerimaan migas agar anggaran tidak terpukul parah oleh pergerakan harga minyak.
Untuk itu, menurut dia, realisasi produksi minyak dan gas siap jual (lifting) harus diperbaiki. Berkaca dari realisasi lifting minyak sebesar 801 ribu barel per hari, atau lebih rendah dari asumsi makroekonomi APBNP 2017 sebesar 815 ribu barel per hari, Indonesia telah kehilangan kesempatan untuk menambah PNBP migas sebesar Rp1,7 triliun.
“Kami akan mengelola APBN dengan kurs yang terus bergerak, ICP bergerak, dan berharap bisa menjaga lifting sesuai diharapkan,” pungkas Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Sumber : cnnindonesia