CENTRALBATAM.CO.ID, BATAM – Sebanyak 89 militan Maute tewas dalam bentrokan selama sepekan di Marawi. Meskipun militer negara tersebut sudah memegang kendali, militan masih terus melakukan perlawanan dan menahan sandera.
Dalam operasi pembersihan yang dilangsungkan sejak Selasa (30/5/2017), militer Filipina terus melancarkan serangan udara yang menargetkan kantung-kantung persembunyian militan. Kendati pihak militer memastikan serangan udara dilakukan secara presisi, banyak kekhawatiran dari pengamat atas keselamatan warga sipil yang masih terjebak di Marawi.
Bentrokan di Marawi pecah pada Selasa pekan lalu, ketika kelompok Maute yang berafiliasi dengan ISIS mengamuk di Marawi menyusul razia yang dilakukan militer guna menangkap pentolan Abu Sayyaf sekaligus penghubung ISIS, Isnilon Hapilon.
Juru bicara militer Filipina Brigadir Jenderal Restituto Padilla yakin Hapilon masih berada di Marawi.
“Dia belum berhasil ditangkap tapi kami yakin dia berada di Marawi,” kata Padilla, dilansir AFP, Rabu (31/5/2017).
Dia melanjutkan militer membuat ‘kemajuan besar’ dalam mengakhiri krisis Marawi, kendati terdapat 21 orang tentara dan 19 warga sipil yan tewas.
Padilla menambahkan, saat ini militan masih menguasai 10 persen wilayah di Marawi dan ribuan penduduk masih terjebak di sana.
“Kami yakin area tersebut akan dijaga ketat dan militan akan memberikan perlawanan sengit, terutama jika mereka melindungi seseorang yang penting,” tutur Padilla, yang menyebut pihaknya tidak mengetahui jumlah tepat militan yang tersisa di Marawi.
Dia mengungkap para militan kemungkinan besar dibantu narapidana yang kabur dari dua penjara saat bentrokan pecah pekan lalu.
Juru bicara Komite Manajemen Krisis Provinsi Zia Alonto Adiong, menyebut sekitar 2000 warga sipil masih terjebak di area yang dikuasai militan di Marawi.
Kelompok Maute juga menyandera seorang pendeta dan 14 orang lainnya dari gereja yang mereka bakar di awal bentrokan. Hingga saat ini, belum diketahui nasib para sandera tersebut.
Sementara video yang diunggah kelompok militan pada Selasa, pekan lalu, menyebut mereka menyandera 240 orang.
“Video itu sepertinya asli,” kata Padilla, yang menyebut pakar teknologi militer masih terus memeriksa keaslian video itu.
Padilla menekankan video itu digunakan militan sebagai alat propaganda, guna merekrut lebih banyak simpatisan dan membuat militer menarik pasukan mereka. Di samping itu, jumlah sandera yang disebutkan belum tentu benar.
Hingga saat ini, wilayah selatan Filipina, termasuk di dalamnya Mindanao dimana Marawi berlokasi, masih dalam darurat militer. Presiden Rodrigo Duterte memberlakukan darurat militer sejak Selasa (23/5/2017) dan keputusan itu mendapat persetujuan senat seminggu kemudian, pada Selasa (30/5/2017).
