Covid-19 merupakan musuh utama umat manusia saat ini. Meskipun ia tidak menyerang dengan senjata tajam atau bom atom, tapi jutaan umat manusia di berbagai belahan dunia telah merasakan dahsyat serangan virus yang pertama kali muncul pada akhir 2019 lalu itu.
Di Kabupaten Bintan sendiri yang memiliki jumlah penduduk sekitar 160 ribu, covid-19 telah berhasil membawa umat manusia sebanyak 113 orang menemui ajal.
Saat Covid-19 terus menyebarkan pasukan penghancur umat manusia, sosok pejuang gigih tentu sangat dibutuhkan. Ia adalah Arief Sumarsono yang merupakan camat di Kecamatan Gunungkijang.
Pria kelaharin Bintan pada 17 Mei 1983 lalu tidak pernah hentinya mempersenjatai masyarakat sekitar dengan senjata khusus yang mampu membasmi Covid-19. Senjata itu bernama prokes 5 M.
Menurut Arief, Covid-19 yang ia ibaratkan sebagai pasukan penghancur umat manusia itu memang tidak terlihat. Hanya saja, begitu ia mencapai sasaran yaitu umat manusia maka pasukan itu akan menyebar keseluruh kaum keluarga untuk dihancurkan.
“Karena itu, kami selalu membagikan senjata kepada masyarakat yaitu protokol kesehatan 5 M. Selalu menjaga kebersihan dengan mencuci tangan minimal. Mengenakan penutup mulut dan hidung dengan masker yang bersih. Kemudian menghindari kerumunan dan lain sebagainya,” sebutnya.
Arief mengisahkan, sejak meningkatnya perkembangan covid-19 di wilayah Bintan, untuk kecamatan Gunungkijang saja jumlah yang meninggal akibat serangan covid-19 mencapai 14 orang sejak tanggal 1 Juni 2021. Artinya, kalau diambil rata – rata satu orang meninggal dunia setiap dua harinya.
“Jadi butuh kerja keras menyadarkan masyarakat agar selalu mempersenjatai diri dengan prokes. Terlebih saat ini ada pengetatan PPKM, masyarakat diharapkan tetap berada di rumah demi melindungi dari serangan pasukan covid-19 yang tidak terlihat itu,” timpalnya.
Tidak hanya sampai di situ, perjuangan yang juga mantan ketua Taruna Bintan itu mengisahkan terkadang harus bangun jam 2.00 WIB subuh hanya demi membawa para korban covid-19 ke tempat peristrahatan terakhir yaitu liang kubur.
Sebagai orang nomor satu di wilayah itu, Arief mewajibkan diri ikut serta dalam berbagai kegiatan. Terlebih virus corona yang sudah menjadi musuh utama umat manusia saat ini.
“Pernah ada warga yang meninggal karena covid-19 jam dua pagi. Dan kami terpaksa turun ke lapangan untuk memberikan pemahaman pada masyarakat. Sebab masyarakat biasanya selalu menolak kaum keluarga untuk dikebumikan sesuai prokol meskipun meninggal karena covid-19,” akunya, Arief.
Memberikan pehaman kepada masyarakat lanjut dia, tidak lah semudah membalikkan tangan. Sebab pola pikir masyarakat tidak sedikit yang sudah termindset dicovidkan dan bukan karena meninggal karena covid-19.
Misalnya, salah satu orang tua di keluarga itu meninggal karena penyakit bawaan seperti sakit jantung. Mereka yakin kalau orang tua itu meninggal bukan karena covid-19 lantaran tidak pernah kemana – kemana. Padahal, anaknya ada yang kerja di luar daerah misalnya; kerja di Tanjungpinang atau Batam dan balik ke rumah.
“Tidak mudah memberikan pemahaman pada masyarakat. Misalnya salah orang tua meninggal karena sakit jantung. Memang orang tua ini tidak kemana – mana, tapi anaknya kerja di luar daerah. Jadi yang bawa virus atau passukan corona ini ke rumah dan menyerang, ya anak – anaknya tadi,” kisahnya.
Banyaknya kasus covid-19 di wilayah itu membuat camat Gunungkijang bersama nakes selalu berinisiatif untuk melakukan pengeceka ke rumah warga jika ada laporan kematian. Kemudian, dari sana juga tim nakes bersama pihak kecamatan membawa mayat yang meninggal ke RSUD untuk memastikan penyebab kematian bukan karena covid-19.
Jika penyebab kematian merupakan karena sakit biasa, maka akan dikembalikan kepada pihak keluarga dan dimakamkan sesuai keinginan keluarga. Namun jika penyebab kematian karena covid-19, tim yang akan melakukan penguburan.
Kendalanya, saat tim satgas mendatangi rumah, keluarga korban kerap kali menolak untuk dilakukan pengetesan covid-19. Padahal, di tengah meningkatnya kasus covid-19 ini sangat penting bagi Satgas untuk melakukan tracing.
Untuk memberikan pemahaman pada warga itu, lanjut Arief, pihaknya selalu melibatkan TNI – Polri memberikan pemahaman.
“Tidak mudah memberikan pemahaman, tapi namanya juga sudah tugas untuk membasmi covid-19, kami tetap berusaha melakukan berbagai pendekatan,” ungkapnya.
Ia menceritakan, pernah suatu saat dirinya pernah terlelap tidur lantaran sudah sangat lelah di siang hari melayani masyarakat. Saat itu kata dia sekitar pukul 3.00 WIB dini hari. Tiba -tiba bunyi handphonenya mengeras dan menyadarkan sang camat dari tidurnya. Ternyata, sebuah panggilan yang memberitahunya pesan duka. Ada warganya yang meninggal dengan status positif Covid-19. Dia bergegas dengan mengkoordinasikan keseluruh tim yang memang sudah terlibat sejak awal.
Untuk mengantisipasi berbagai penolakkan warga nantinya saat dikebumikan oleh tim sesuai protokol, ia harus menelpon satu persatu mualai dari penggali kubur hingga TNI –Polri di wilayah itu.
“Untungnya, sebelum kejadian memang kami sudah saling koordinasi agar selama pandemic covid-19 semua tim harus siap dipanggil 24 jam. Dan saat ini, baik penggali kubur maupun para perangkat RT dan RW hingga Bhabinsa dan Babhinkamtibmas selalu siap meskipun kami panggil tengah malam,” katanya lagi.
Setelah perpanjangan PPKM dilakukan oleh pemerintah, Bintan ditetapkan pada level tiga. Untuk itu, ia kembali berpesan kepada masyarakat agar ikut setiap aturan yang dikeluarkan oleh baik pemerintah pusat maupun daerah.
Untuk di Bintan sendiri kata dia, Bupati Bintan sudah mengeluarkan surat edaran (SE) terkait operasional warung yaitu pukl 9.00 WIB malam semua warung harus sudah tutup. Kemudian, selalu disarankan agar makanan dan minuman yang dibeli di take away atau bawa pulang.
“Himbauan kami terkahir selain taat prokes, juga tetap di rumah saja jika tidak ada hal yang sanagt penting. Dan tentu agar SE Bupati Bintan dapat dijalankan secara bersama,” tutupnya. (Ndn)