CENTRALBATAM.CO.ID, KARIMUN – Limbah minyak yang mencemari sekitar perairan Karimun, tepatnya di Kacamatan Karimun, Kabupaten Karimun.
Sejumlah nelayan mengeluhkan hal tersebut, yang disebabkan berkurangnya hasil penangkapan dikarenakan ikan mati sebelum dilakukan penangkapan.
Tercemarnya air laut itu, akibat limbah minyak dari salah satu kapal bernama MT Tabonganen 19.
Dimana kapal tersebut merupakan hasil penegahan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kepri pada 2016 silam.
Sementara, kondisi kapal bernama MT Tabonganen 19 tersebut yang saat ini berada di tengah laut Kecamatan Karimun.
Diketahui, kapal MT Tabonganen 19 diamankan karena membawa 1.115 kiloliter minyak mentah asal Palembang menuju perairan Internasional, dengan tidak dilengkapi dokumen yang sah.
Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) yakni Abdul Latif, secara langsung meninjau kondisi kapal MT Tabonganen 19 yang berada di tengah laut itu.
Hasilnya, para nelayan dibuat dikejut dimana banyaknya tumpahan minyak di sekitar kapal tersebut.
“Dampak dari tercemarnya hasil tangkapan kapal itu sebagian besar laut. Sehingga hal ini sangat mempengaruhi hasil tangkapan para nelayan,” ucap Adul Latif, Senin (18/4/2022).
Abdul Latif menyebutkan, tercemarnya perairan Karimun yang merugikan para nelayan ini telah dirasakan selama satu bulan.
“Hampir satu bulan laut Karimun tercemar, dan Nelayan yang ambil ikan di daerah ini hanya diam. Namun kini mereka mulai resah dengan hasil pendapatan yang berkurang,” tambahnya.
Dengan kondisi itu, para nelayan meminta kepada pihak managemen kapal untuk mempertanggungjawabkan dan memberikan penjelasan atas tercemarnya air laut di perairan Karimun ini.
“Kami (para nelayan-red) punya bukti foto dan videonya selama mendatangi kapal tanker yang berada di tengah laut itu. Kami hanya minta solusi,” terangnya.
Terakhir, Abdul Latif berharap agar pihak terkait untuk memikirkan nasib ratusan para nelayan yang mengalami dampak akibat tumpahan minyak di kawasan tangkapan nelayan tersebut.
“Nasib nelayan yang dulunya perhari mendapat puluhan kilogram, namun saat ini tidak dapat sama sekali hanya ikan mati dan jaring yang terimbas minyak saja. Tentunya kompensasi terhitung dari kerugian selama tak mendapatkan ikan yang kami harapkan,” pungkasnya. (yen)