CENTRALBATAM.CO.ID, JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan beragam tindakan penyiksaan, kekerasan, dan perlakuan yang merendahkan martabat warga binaan di Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta atau Lapas Pakem di Kabupaten Sleman.
Beberapa kasus yang ditemukan, para napi disuruh memakan muntahan hingga meminum air seni.
Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Wahyu Pratama Tamba menjabarkan, ada delapan tindakan yang merendahkan martabat, serta sembilan tindakan penyiksaan di Lapas tersebut.
“Terkait perlakuan merendahkan martabat, tercatat delapan tindakan. Antara lain, disuruh pelaku untuk memakan muntahan makanan,” kata Tama pada konferensi pers Komnas HAM, Senin (7/3/2022).
“Disuruh meminum air seni dan mencuci muka menggunakan air seni,” tambahnya.
Selain itu, warga binaan juga mendapatkan pemotongan jatah makanan. Bahkan mereka disuruh telanjang dan dipaksa mencabut rumput sembari dicambuk menggunakan selang.
Warga binaan juga disuruh melakukan tiga gaya bersetubuh dalam posisi telanjang.
Selain itu, penggundulan rambut dilakukan dalam posisi telanjang. Mereka juga disuruh jongkok dan berguling-guling di aspal dalam keadaan telanjang.
Ada pula yang disuruh memakan buah pepaya busuk, juga dalam keadaan telanjang, dan disaksikan sesama warga binaan, petugas lapas, baik pria maupun wanita.
Terkait penyiksaan, Tama bilang, para petugas lapas menggunakan berbagai alat.
“Terdapat minimal 13 alat yang digunakan dalam penyiksaan,” ujar Tama.
Alat tersebut diantaranya selang, kayu, kabel, buku apel, tangan kosong, sepatu PDL, air garam, air deterjen, pecut sapi, timun, sambal cabai, sandal, dan barang yang dibawa tahanan baru.
“Terdapat sembilan tindakan penyiksaan kekerasan fisik. Di antaranya pemukulan, baik menggunakan tangan kosong maupun penggunaan alat seperti selang, kabel, alat kelamin sapi, dan kayu, pencambukan menggunakan alat pecut dan penggaris, ditendang, dan diinjak-injak dengan menggunakan sepatu PDL, dan lain-lain,” paparnya.
Kata Tama, petugas melakukan kekerasan dengan alasan untuk pembinaan dan pendisiplinan terhadap warga binaan. Selain itu, tindakan itu juga untuk menurunkan mental warga binaan.
Komnas HAM mencatat terdapat minimal 16 titik lokasi penyiksaan.
Pertama, Branggang atau tempat pemeriksaan pertama saat warga binaan baru masuk lapas.
Kemudian blok Isolasi pada kegiatan mapenaling, blok Edelweis, lapangan, setiap blok-blok tahanan warga binaan, aula bimbingan kerja, kolam ikan lele, ruang P2U, dan lorong-lorong blok.
Tim Komnas HAM bahkan menemukan penyiksaan tetap terjadi sampai peristiwa ini terungkap ke publik pada Oktober 2021.
Komnas HAM menemukan penyiksaan ini saat melakukan pemantauan pada enam orang warga binaan.
“Enam orang warga binaan itu dalam kondisi luka di beberapa bagian tubuhnya, seperti luka kering, luka bernanah di punggung dan lengan, luka keloid di punggung, dan luka membusuk di lengan,” jelas Tama.
Penyiksaan juga terjadi terhadap tahanan titipan dari kejaksaan.
Hasil temuan juga menemukan bahwa intensitas kekerasan terjadi lebih tinggi kepada residivis.
Para residivis ditandai oleh petugas ketika masuk lapas dan dipisahkan dengan tahanan lain.
Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam menambahkan, pejabat struktural di lapas juga menjadi bagian dari tindakan-tindakan kejam tersebut.
Ia mencontohkan, pada media tertentu, kunci tahanan dibiarkan berada di lapas.
Padahal, menurut aturan, seharusnya kunci tersebut dibawa ke rumah dinas Kalapas.
Kunci ditahan dulu dan di tempatkan di Pintu Penjaga Utama (P2U) dengan tetap di bawah monitoring Kalapas.
Namun, anak kunci sering tidak dikembalikan ke rumah dinas Kalapas.
“Anak kunci diletakkan di area P2U sehingga sering terjadi peminjaman atau istilah ‘bon WBP’ dari blok tahanan,” kata Tama.
Terpisah, Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Daerah Istimewa Yogyakarta, Gusti Ayu Putu Suwardani menyampaikan permohonan maafnya menanggapi temuan Komnas HAM itu.
“Permohonan maaf atas kelalaian yang diduga telah dilakukan oleh beberapa oknum petugas terhadap WBP LP Narkotika Yogyakarta,” kata Gusti Ayu dalam keterangannya, Senin (7/3/2022).
Gusti Ayu mengatakan, Kanwil Kemenkumham Yogyakarta telah lebih dulu melakukan langkah-langkah yang direkomendasikan oleh Komnas HAM sebelum pengaduan tersebut.
Seperti melakukan pemeriksaan terhadap beberapa oknum petugas yang diduga terlibat.
Juga memindahkan lima oknum petugas yang disinyalir melakukan kekerasan ke kantor wilayah.
“Menetapkan pejabat sementara dan merotasi beberapa petugas untuk menetralisir situasi dan kondisi,” kata Gusti Ayu.
Berikutnya, memastikan pelaksanaan tugas sesuai SOP dalam rangka pemenuhan hak-hak tahanan dan narapidana, termasuk penerimaan dan pembinaan.
Memberikan perawatan kesehatan secara maksimal dan pendampingan psikologis bagi beberapa warga binaan yang masih mengalami traumatik.
Gusti Ayu memastikan monitoring masih dilakukan sampai saat ini dengan perubahan yang signifikan.
“Tetap melakukan koordinasi dan komunikasi dengan ORI (Ombudsman) Perwakilan DIY dan Komnas HAM,” ungkap Gusti Ayu. (Central Network/dkh/ndn/mzi)