Diperkirakan akan terjadi puncak inflasi pada Juni 2017. Pasalnya, selain bertepatan dengan Ramadhan dan lebaran, penyesuaian Tarif Dasar Listrik (TDL) putaran ketiga juga akan dilakukan pada bulan tersebut.
“Mei dan Juni inflasi tinggi, tapi setelah itu inflasi harus turun karena tidak ada penyesuaian tarif listrik lagi, kecuali kalau nanti pemerintah ada kebijakan baru, tapi saat ini belum ada,” ujar Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo, kepada wartawan, Senin, (29/5/2017).
Ia menambahkan, kebijakan baru pemerintah di bidang energi dan Bahan Bakar Minyak (BBM) bisa mendorong inflasi kembali naik. Meski begitu, Dody menjelaskan, seandainya inflasi naik di atas lima persen karena kenaikan tarif listrik, BBM, serta lainnya, sifatnya hanya sementara.
Hal itu karena meningkatnya inflasi bukan masalah permintaan melainkan cost atau biayanya yang meningkat.
“Jadi bila inflasi meningkat, bukan karena kegagalan managing inflasi di negeri ini,” tegas Dody.
Baginya tingkat inflasi tergantung ekspektasi masyarakat serta bagaimana cara bank sentral mengomunikasikannya ke masyarakat.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengungkapkan, sudah melakukan diskusi dengan Menko Perekonomian, Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, serta lainnya untuk membahas inflasi agar tetap terjaga. Rencananya, rapat koordinasi pun akan dilakukan lagi pada 12 Juni atau dua minggu sebelum lebaran.
“Kemarin kita melakukan survei dan berdasarkan survei, inflasi (Mei) ada di kisaran 0,37 persen,” ujarnya.
Menurutnya, daerah di luar Jawa, seperti Bengkulu, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, dan Papua memiliki kecenderungan inflasi cukup tinggi.
“Berdasarkan rapat koordinasi memang ada beberapa perhatian yang jadi perhatian kita. Hal itu sudah diresapi oleh Mendag dan BUMN terkait untuk menjamin ketersediaan pasokan, jadi pasti nanti akan ada koreksi,” jelas Agus.
Hanya saja ia menegaskan secara umum, inflasi di semua daerah sudah terkendali. (rmol)