CENTRALBATAM.CO.ID-Jatuhnya nilai mata uang lokal terhadap dolar AS, membuat KFC dan restoran makanan cepat saji lainnya di Zimbabwe terancam tutup. Ini karena mereka tak bisa membeli pasokan ayam.
Seperti cabang KFC di kota barat daya Bulawayo yang memberitahukan kepada pelangganya bahwa restoran cepat saji mereka akan ditutup sampai pemberitahuan lebih lanjut. Kabar tersebut dilaporkan oleh situs berita lokal, Pindula pada Rabu (10/10/2018).
Hal itu terjadi lantaran jatuhnya nilai mata uang lokal terhadap dolar AS, sehingga mereka tidak bisa membeli daging ayam dari pemasok. Pemasok ayam tidak memiliki cukup dolar untuk melanjutkan bisnisnya.
“Faktanya kami tidak dapat stok dari pemasok kami, karena mereka membutuhkan dolar AS”, ujar manajer KFC tersebut.
Seperti dilansir dari Time (11/10/2018) hal serupa juga dialami oleh beberapa jaringan restoran cepat saji lokal, seperti Chicken Inn dan St. Elmo’s Pizza.
Krisis ayam yang terjadi ini merupakan gelombang terbaru dalam kesulitan yang disebabkan oleh krisis mata uang asing Zimbabwe. Hal ini memicu harga komoditas dasar berputar di lluar kendali, seperti diulas oleh Financial Gazatte.
Ternyata bukan hanya daging ayam yang mengalami krisis. Beberapa toko juga sudah kehabisan stok barang. Seperti yang dialami oleh apotek yang kehabisan stok obat diabetes dan tekanan darah.
Kepala asosiasi ritel Zimbabwe mengatakan bahwa ada kepanikan pasar karena konsumen frustasi mengambil apa pun yang masih tersedia.
Namun, pejabat pemerintah menyangkal adanya kekurangan komoditas di negara itu, dan mengatakan krisis itu lahir dari pencatutan dan keserakahan.
Hiper-inflasi memaksa Zimbabwe untuk menyingkirkan mata uangnya sendiri, dolar Zimbabwe, pada tahun 2009 dan beralih ke uang asing sebagai gantinya.
Sebelumnya, krisis ayam juga pernah dialami oleh KFC di Inggris. Kelangkaan ayam tersebut terjadi pada 16 Februari lalu. Akibat dari kelangkaan ayam itu sebanyak lebih dari 70 persen outlet KFC ditutup untuk sementara waktu.
Krisis uang tunai di Zimbabwe berdampak langsung pada berbagai sektor usaha. Sejumlah apotek di Bulawayo tak beroperasi.
Pekan lalu, harian Financial Gazette melaporkan, sejumlah toko kehabisan barang dan bahan penting karena jumlah mata uang asing di negara itu semakin terbatas.
Zimbabwe tak lagi menggunakan mata uang mereka sejak 2009 dan mengadopsi mata uang asing, termasuk dolar AS.
Pemerintah Zimbabwe menerbitkan dolar versi lokal tahun 2016 untuk mengurangi krisis uang tunai. Namun dalam waktu singkat, mata uang baru itu kehilangan nilai.
Hampir setahun sejak Robert Mugabe diturunkan paksa dari kursi presiden melalui kudeta militer, pemerintah Zimbabwe masih terus berupaya mencari jalan keluar atas situasi ekonomi mereka.
Krisis ekonomi yang terjadi, menurut pakar ekonomi dari Universitas Zimbabwe, Ashok Chakravarti, disebabkan pengeluaran besar-besaran pemerintah selama bertahun-tahun, termasuk korupsi, kebijakan tak menentu, dan transaksi ekspor yang lesu.
Menteri Ekonomi Zimbabwe yang baru, Mthuli Ncube, belakangan ini mendapatkan dukungan internasional untuk menyeimbangkan perekonomian.
Ncube berencana memotong pengeluaran negara dan melakukan privatisasi perusahaan asing. Upaya itu disebutnya akan dilakukan beriringan dengan pembayaran utang luar negeri agar bantuan internasional dapat segera tersalurkan ke Zimbabwe.