CENTRALBATAM.CO.ID, BATAM – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) Batam Nagoya bersama Kejaksaaan Negeri Kota Batam melakukan inspeksi bersama kepada perusahaan-perusahaan yang telah menunggak iuran.
Kepala Kantor BPJAMSOSTEK Batam Nagoya, Eko Yuyulianda sangat mengapresiasi kerjasama tersebut.
Ia mengungkapkan bahwa kerjasama tersebut dilakukan sebagai salah satu bentuk hubungan sinergis antara pihak BPJAMSOSTEK dan Kejari Kota Batam dalam rangka menertibkan perusahaan yang membandel terutama dalam membayar iuran.
Lebih Lanjut, ia mengungkapkan dari inspeksi yang telah dilakukan oleh Petugas Pemeriksa (Wasrik) BPJAMSOSTEK Batam Nagoya bersama Bidang Perdata & Tata Usaha Negara (DATUN) Kejaksaan Negeri Batam kepada 10 badan usaha (perusahaan) yang bermasalah, telah berhasil memulihkan iuran yang tertunggak sebesar Rp 1,2 miliar.
“Jumlah tersebut sekitar 40 persen dari dari total keseluruahan tunggakan dan denda dari 10 perusahaan tersebut yang totalnya mencapai Rp 3 miliar, ” tuturnya.
“Dari 10 perusahaan tersebut, 3 perusahaan diantaranya telah menyelesaikan dan melunasi tunggakan iuran, kemudian 3 perusahaan lainya menyelesaikan secara mengangsur atau menycicil, dan sisanya sebanyak 4 perusahaan masih dalam progress pembayaran,” kata Eko.
Sebelum dilakukan inspeksi, pihak BPJAMSOSTEK telah melakukan upaya – upaya pembinaan terhadap perusahaan tersebut.
Adapun upaya yang dilakukan antara lain melalui Surat Pemberitahuan (SP) hasil pemeriksaan oleh petugas pemeriksa, hingga penagihan langsung kepada pihak perusahaan.
Namun setelah dilakukan pembinaan, pihak perusahaan belum juga melaksanakan kewajibannya, sehingga BPJAMSOSTEK melalui petugas pemeriksa melakukan upaya penagihan lain bersama dengan pihak Kejaksaan Negeri Kota Batam sesuai amanat undang-undang.
Sesuai yang tertuang dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 Pasal 19 ayat 1 dan 2, Perusahaan tersebut tidak menjalankan kewajibannya karena dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa pemberi kerja wajib memungut dan menyetorkan iuran yang menjadi beban peserta baik dari pekerja maupun pemberi kerja itu sendiri.
Tentunya hal ini akan berimbas pada pengenaan sanksi pidana berupa kurungan penjara 8 tahun atau denda Rp 1 miliar.
Ia juga menambahkan selain berdampak negatif bagi perusahaan, hal tersebut juga berdampak negatif bagi para pekerja karena tidak akan mendapatkan manfaat yang menjadi hak pekerja secara maksimal.
“Apabila terjadi kecelakaan kerja, maka biaya pengobatan ditanggung terlebih dahulu oleh pihak perusahaan dan apabila terdapat tenaga kerja yang meninggal dunia maka santunan kematian tidak dapat dibayarkan sebelum tunggakan iuran dilunasi oleh pihak perusahaan, ” kata Eko.
“Selain itu, tenaga kerja tidak dapat mencairkan dana JHT sebelum tunggakan iuran dilunasi oleh pihak perusahaan serta tidak akan mendapatkan pengembangan dana JHT secara maksimal, ” ujar Eko.
Tak lupa ia menghimbau bagi para pemberi kerja agar lebih taat aturan dan menjalankan kewajibannya sedangkan bagi pekerja sendiri ia mengajak agar lebih care atau peduli terhadap perlindungan jaminan sosial agar nantinya para pekerja bisa mendapatkan hak – hak normatifnya secara maksimal.(dkh)