CENTRALBATAM.CO.ID, MOSKOW – Baru dua hari, sanksi internasional terhadap Rusia langsung membuat ekonomi negara itu hancur-lebur.
Presiden Vladimir Putin mungkin bisa mengkalim bahwa militer mereka bisa dengan mudah menaklukkan Ukraina. Namun, dunia kini mengepungnya dengan sanksi yang justru lebih buruk.
Mata uang rubel meluncur ke level terendah dalam sejarah sehingga memaksa bank sentral Moskow menaikkan suku bunga lebih dari dua kali lipat menjadi 20 persen.
Rusia memerintahkan setiap orang dan perusahaan untuk menjual 80 persen pendapatan mata uang asing mereka untuk membeli rubel.
Sementara itu, bursa saham Moskow tidak akan buka sampai sore, mencegah kehancuran habis-habisan.
Hampir seluruh perbankan internasional, terutama Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, telah mengunci akses transaksi bagi seluruh perusahaan Rusia, terutama sekali yang memiliki kaitan dengan oligarkhi rezim Rusia.
Singapura, Jepang dan Korea Selatan juga bergabung dalam gerakan internasional tersebut.
Sanksi politik, strategis, ekonomi dan perusahaan yang dipimpin Barat belum pernah terjadi sebelumnya dalam lingkup seluas ini.
Bahkan, Uni Eropa secara terang-terangan juga mulai masuk ke dalam konflik tersebut dengan mengirimkan persenjataan ke Ukraina.
Rubel jatuh hampir 30 persen ke level terendah sepanjang masa terhadap dolar. Ini setelah negara-negara Barat pada hari Sabtu meluncurkan sanksi keras, termasuk memblokir beberapa bank Rusia dari sistem pembayaran internasional Swift.
Korea Selatan, pengekspor utama semikonduktor, juga akan melarang ekspor barang-barang strategis ke Rusia.
Singapura, pusat keuangan dan pengiriman mengatakan akan menjatuhkan sanksi dan pembatasan pada Rusia, menurut The Straits Times.
Jepang juga mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi terhadap beberapa individu di Belarus, area pementasan utama untuk invasi Rusia.
Sebuah referendum di Belarus pada hari Minggu menyetujui konstitusi baru membuang status non-nuklir negara itu yeng membuat negara-negara Barat mengecamnya.
Beberapa anak perusahaan Eropa dari Sberbank Rusia, yang mayoritas sahamnya dimiliki pemerintah Rusia, mengalami kelumpuhan yang telak dan kemungkinan besar akan gagal, kata Bank Sentral Eropa.
Bank sentral Rusia bergegas mengelola dampak sanksi yang meluas. Mereka membeli emas di pasar domestik, meluncurkan lelang pembelian kembali tanpa batas.
Mereka juga memerintahkan pialang untuk memblokir upaya orang asing untuk menjual saham-saham di sekuritas Rusia.
Sejumlah perusahaan raksasa juga melakukan langkah banyak negara. Perusahaan minyak Inggris, British Petroleum, yang merupakan investor asing terbesar di Rusia, mengatakan, akan melepas sahamnya di perusahaan minyak negara Rosneft hingga US$25 miliar. Atau sekitar Rp 350 triliun.
Jerman yang telah membekukan pipa gas bawah laut dari Rusia mengatakan, akan meningkatkan pengeluaran pertahanan secara besar-besaran untuk membantu Ukraina.
Hal ini menyusul keputusan UE, Minggu, yang akan mengirimkan bantuan senjata ke Ukraina, termasuk jet tempur dan peratalkan anti-rudal. Ini merupakan kebijakan pertama sejak Perang Dunia II.
Kepala Eksekutif Uni Eropa Ursula von der Leyen menyatakan dukungan untuk keanggotaan Ukraina ke dalam UE. Dalam sebuah wawancara dengan Euronews, dengan mengatakan “mereka adalah salah satu dari kita”.
Selain pertempuran transaksi keuangan, perbankan, dan bisnis, akses pesawat Rusia saat ini juga sudah ditutup sejumlah negara.
Maskapai penerbangan Rusia, Aeroflot, terpaksa membatalkan semua penerbangan ke seluruh Eropa sampai pemberitahuan lebih lanjut. Amerika Serikat dan Prancis mendesak warganya untuk segera meninggalkan Rusia.
Sanksi terhadap Rusia juga terjadi di dunia maya. Meta Platforms mengatakan telah menghapus jaringan, grup, dan halaman palsu media sosial yang beroperasi dari Rusia dan Ukraina.
Twitter juga telah menangguhkan lebih dari selusin akun dan memblokir berbagi beberapa tautan karena melanggar aturannya terhadap manipulasi platform dan spam.
Di New York, Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat langka Majelis Umum PBB dengan seluruh anggota atau 193 negara, kemarin. Protes langsung bergulir dari seluruh dunia terhadap invasi Rusia. (Central Network/afp/ap)