CENTRALBATAM.CO.ID, BATAM – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam melihat langsung gudang PT Anugerah Makmur Persada, yang dijadikan gudang tempat penyimpanan arang kayu, dalam sidang pemeriksaan setempat, yang berlangsung pada Jumat (12/9/2025) pagi.
Sidang dengan agenda pemeriksaan setempat dipimpin langsung Ketua PN Batam, Tiwik yang juga merupakan Ketua Majelis Hakim dalam perkara tersebut.
Sidang yang berlangsung di Kula Buluh, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, Batam, disaksikan sejumlah masyarakat setempat.
Pada sidang itu juga, hadir Muhammad Arfian selaku Jaksa Penuntut Umum.
Kemudian, hadir terdakwa Junaidi alias Ahui, yang didampingi penasihat hukum masing-masing Ibnu Hajar, SH dan DR Alwan Hadiyanto SH, MH.
Dalam sidang itu Majelis Hakim melihat langsung gudang yang diperkarakan oleh JPU terkait kerusakan terumbu karang, hutan bakau (mangrove), lautan dan Pesisir.
Dalam sidang pemeriksaan setempat itu, terungkap lahan yang digunakan menjadi gudang tempat penyimpanan arang tersebut, tidak ada hutan mangrove.
Kemudian, lahan gudang tersebut sebelumnya merupakan bangunan rumah dan terdakwa membeli dari warga.
Selanjutnya, lahan rumah tersebut baru dijadikan gudang untuk penyimpanan arang kayu, untuk dikemas ke dalam plastik atau karung sebelum dijual.
“Lahan ini dulunya rumah dan saya beli dari warga sebelum dijadikan gudang,” kata terdakwa Junaidi menjawab pertanyaan Hakim Tiwik.
Junaidi juga mengatakan kalau usahanya sebagai pengepul arang kayu melibatkan warga setempat sebagai pekerja.
“Ini arang mau dijual dan dibawa ke mana,” tanya Hakim Tiwik kepada terdakwa.
Junaidi menjawab kalau arang kayu tersebut didatangkan dari luar Batam seperti dari Riau dan daerah lainnya.
“Sebelum dijual, dikemas rapi di sini dulu dengan melibatkan warga sebagai pekerja. Arang ini dibawa ke Taiwan sampai ke Arah Saudi,” katanya.
Selain itu, Hakim Tiwik juga menanyakan masalah objek yang di perkarakan JPU. Kemudian Hakim Tiwik juga melihat kantor PT Anugerah Makmur Persada dan tugu Kampung Tua.
Sementara itu, Ibnu Hajar SH, Penasihat Hukum terdakwa mengatakan, dalam sidang pemeriksaan setempat, Majelis Hakim dengan sendirinya melihat langsung objek yang diperkarakan.
Majelis Hakim juga mengetahui kalau daerah tersebut juga merupakan Kampung Tua yang ditetapkan Pemerintah Kota Batam.
“Majelis Hakim juga melihat di lokasi tidak adanya hutan mangrove seperti yang dituduhkan JPU dalam perkara tersebut,” kata Ibnu Hajar.
DR Alwan Hadiyanto SH MH, penasihat hukum terdakwa lainnya menambahkan wilayah objek perkara adalah wilayah Kampung Tua yang sudah di huni oleh warga dan masyarakat sejak puluhan tahun lalu sejak kakek moyang mereka.
Seharusnya perkara ini tidak harus masuk ranah hukum pidana, melainkan perkara administrasi terlebih dahulu.
“Karena sesuai asas hukum pidana yang bunyinya hukum pidana adalah ultimum remidium atau hukum pidana sebagai alternatif terakhir,” katanya.
“Itu pun dalam perkara ini harusnya terdakwa itu di ingatkan dulu dengan diberi peringatan atau cabut izinnya dahulu, tidak langsung ke ranah pidana.(dkh)
