CENTRALBATAM.CO.ID – Inisiator Rancangan Undang-Undang Permusikan, Anang Hermansyah mengundurkan diri dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
Anang Hermansyah mendapat kritikan dari banyak musisi lantaran dalam draf RUU menyebutkan, sertifikasi musisi harus ditanda tangani olehnya selaku Dewan Pengarah LSP terkait bidang musik.
“Penunjukkan saya sebagai Dewan Pengarah di LSP, terus terang saya sudah mengajukan pengunduran diri, yang sekarang sedang digodok sama organisasi,” jelas Anang Hermansyah dalam tayangan Net Entertainment News, Selasa (12/2/2019)
Anang menuturkan, sejak dirinya menjadi sorotan usai mengusulkan RUU Permusikan yang dinilai membatasi ekspresi musisi, Ashanty merasa sedih.
“Ashanty gundah banget. Anak-anak saya juga. Harapan saya, solusi cepat ditemukan,” ungkapnya.
Anang Hermansyah menuturkan bahwa sebagai Anggota DPR, dia terus berusaha memperjuangkan profesi musisi.
“Tugas saya di kursi DPR tinggal 7 bulan lagi. Tapi saya tidak berhenti untuk perjuangkan profesi saya. Saya akan jadi seniman lagi, saya sama temen-temen akan terus berjuang bagaimana profesi ini nantinya akan mendapat posisi yang baik,” jelasnya.
Sebelumnya telah diberitakan, dalam salah satu ayat RUU Permusikan itu menjelaskan, dalam proses kreasi musisi dilarang mendorong khalayak melakukan kekerasan serta melawan hukum, dilarang membuat konten pornografi, dilarang memprovokasi pertentangan antarkelompok, dilarang menodai agama, dilarang membawa pengaruh negatif budaya asing dan dilarang merendahkan harkat serta martabat manusia.
Bagi para musisi, pasal tersebut bisa menjadi pasal karet yang bisa dipelintir sesuai keingingan pelapor atau penegak hukum.
Pasal itu juga berpeluang membelenggu kebebasan berekspresi musisi yang membuat lagu-lagu bernada kritik, yang mungkin berpotensi mendorong khalayak melakukan kekerasan serta melawan hukum.
Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah menanggapi kritik dari beberapa musisi terkait isi dari draf RUU Permusikan.
Anang yang juga musisi kemudian menjelaskan kronologi pembentukan RUU Permusikan tersebut hingga upaya yang telah dilakukan oleh para anggota Komisi X DPR RI.
“Saya bersyukur atas respons dan kritik terhadap RUU Permusikan. Ini berarti ada kepedulian dari stakeholder atas keberadaan RUU ini,” ujar Anang dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com pada Jumat (1/2/2019), dan dikutip Tribunjateng.com.
Anang mengatakan bahwa keberadaan RUU Permusikan bermula dari Kaukus Parlemen Anti Pembajakan yang diinisiasikan oleh politisi lintas fraksi pada Maret 2015.
Mereka berkeliling ke beberapa pihak mulai ke Presiden, Kapolri, Jaksa Agung, dan pengecekan langsung ke lapangan. Dalam perjalanannya, kata Anang, efektivitas patroli pemberantasan pembajakan yang dilakukan polisi tidak efektif. Akhirnya, kata Anang, muncul ide regulasi berupa RUU Tata Kelola Musik.
“Namun pada akhirnya nomenklatur yang dipilih adalah RUU Permusikan,” kata dia.
Pada 7 Juni 2017, komunitas musik yang tergabung dalam Kami Musik Indonesia (KAMI) datang ke Badan Legislasi (Baleg) DPR dan mengusulkan regulasi bidang musik. DPR dan Kami mendukung keberadaan RUU Permusikan.
Satu tahun kemudian, kata Anang, RUU Permusikan mengalami kemajuan.
“Akhirnya RUU Permusikan diusulkan oleh Baleg melalui Badan Keahlian Dewan (BKD) yang terdiri dari para ahli dan birokrat DPR,” kata Anang.
BKD lantas meminta pendapat dari stakeholder terkait dengan materi yang terkandung dalam RUU. Anang berujar, RUU Permusikan pada 15 Agustus 2018 yang beredar di publik merupakan usulan inisiatif DPR yang berasal dari BKD.
Lalu, diusulkan secara resmi oleh Baleg DPR dalam sidang paripurna DPR pada 2 Oktober 2018 dan RUU Permusikan resmi masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2019.
“Jika dicermati, perjalanan RUU Permusikan ini tergolong cepat. Saya melihat kuncinya terletak pada kesamaan ide antara stakeholder musisi bersama DPR RI. Teorinya, ini tidak mudah, karena DPR merupakan lembaga politik, tapi kenyatannya semua dimudahkan,” kata Anang.
Adapun terkait dengan materi RUU Permusikan yang saat ini menimbulkan respons dari publik, Anang justru menyambutnya dengan positif.
“Saya sungguh senang, saat ini semua pihak berkomentar atas materi RUU ini. Partisipasi masyarakat memang menjadi unsur penting dalam pembuatan sebuah UU, sebagamana tertuang dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” kata Anang.
sumber: TribunJateng
