CENTRALBATAM.CO.ID, JAKARTA-Penasihat hukum terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama telah mempersiapkan nota pembelaan atau pledoi yang akan dibacakan pada persidangan ke-20 di Auditorium Kementerian Pertanian. Mereka mengaku telah menyiapkan naskah tersebut hingga tidak tidur.
Salah seorang penasihat hukum Basuki atau akrab disapa Ahok itu, I Wayan Sudirta tidak ingin memberikan bocoran mengenai poin pembelaan yang akan dibacakan di depan Majelis Hakim. Dia hanya menyebut jumlah halaman dalam nota pembelaan Ahok.
“Kita membacakan 634 halaman (pledoi) hari ini di luar Pak Basuki. Pak Basuki (membacakan pledoi) sendiri, kita enggak tahu berapa (lembar). Orang yang cerdas biasanya pasti tidak panjang-panjang. Orang yang cerdas pendek bisa mengungkap persoalan. Kami yang tidak terlalu cerdas terpaksa membikin pledoi 634 halaman,” katanya di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (25/4/2017).
Mengenai teknis pembacaan pembelaan, salah seorang penasihat hukum lainnya, Teguh Samudra mengungkapkan, tidak akan membaca secara keseluruhan. Namun mereka akan membacakan hal-hal yang dianggap penting saja.
“Kita akan bacakan nanti yang pokok-pokoknya saja. Kalau kita bacakan semua akan kekeringan membacanya,” tutupnya.
Sebelumnya, Wayan mengatakan, ada tiga poin pembelaan yang akan disampaikan dalam sidang besok. Diantaranya adanya alat bukti yang tidak memenuhi syarat Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, itu tidak memenuhi yang disampaikan jaksa itu tidak memnuhi syarat-syarat KUHAP itu, sehingga jadi tidak terbukti,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Senin (24/4/2017).
Kemudian, dia menambahkan, poin kedua adalah mantan Bupati Belitung Timur itu tidak melakukan perbuatan melanggar hukum. Karena tidak pernah ada niat ataupun maksud bapak tiga orang anak itu menodakan agama saat menyinggung surat Al-Maidah ayat 51.
“Sebuah tindak pidana tidak bisa didakwa pada terdakwa jika tidak ada melawan hukum pada perbuatan itu,” terangnya.
Wayan melanjutkan, poin ketiga adalah pidato di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 lalu adalah sebagai Gubernur DKI Jakarta. Bahkan tugasnya itu merupakan mandat dalam pasal 31 Undang-Undang Pemerintah Daerah.
“Berarti Basuki sedang menjalani perintah undang-undang. Kalau orang sedang menjalani perintah undang-undang, tidak dapat dihukum sesuai dengan pasal 50 KUHP,” katanya.
Dalam sidang pekan lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ahok agar dihukum pidana selama satu tahun pidana dan dua tahun masa percobaan. JPU menggunakan Pasal alternatif 156 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penodaan agama. (mdk/ctb)