CENTRALBATAM.CO.ID, BATAM – Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Batam akan menggelar aksi jika pemerintah ngotot tetap membuka ekspor pasir laut.
“Jangan salahkan kami jika kami membuat aksi penolakan ke pengusaha. Jika pemerintah tetap memberikan izin penambangan pasir laut, kami dari nelayan dan masyarakat tidak tinggal diam,” kata Ketua HNSI Kota Batam Suardi Tahirek, Senin (12/6/2023).
Dia mengatakan, selain ikut menyatakan sikap bersama Aliansi tokoh masyarakat peduli lingkungan Kepri terkait ekspor pasir laut. HNSI Kota Batam meminta pemerintah untuk melihat kembali dampak dari pengerukkan pasir laut yang pernah terjadi di Kota Batam khususnya dan Kepri umumnya.
“Laut kita dulu warnanya keruh dan tidak ada ikan yang bisa ditangkap. Janganlah pemerintah hanya memikirkan keuntungan saja, tapi kesampingkan nasib masyarakat yang tinggal di pesisir dan mencari makan di laut,” ujaranya.
Tidak hanya tangkapan nelayan yang hilang. Tapi pulau juga bisa tenggelam. Begita juga dengan Kota Batam yang dikeliling pasir laut akan bisa tenggelam jika kegiatan penggerukan pasir dilakukan terus menerus.
“Pemerintah jangan hanya menwebitkan peraturan saja. Tapi tolong dikaji dulu dan libatkan masyarakat pesisir dan nelayan terhadap dampang lingkungannya. Nelayan saja tidak diundang saat ada kegiatan diskusi yang digelat Kementerian Keluatan dan Perikanan di salah satu hotel di Nagoya Batam,” katanya.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 yang mengatur pengelolaan sedimentasi hasil laut diutamakan untuk reklamasi, Suardi Tahirek menilai hanya kamufase saja.
“Semua yang ada di dalam peraturan pemerintah itu adalah mencari keuntungan sesaat dan merusak lingkungan. Tidak ada membicarakan dampak lingkungan yang terjadi akibat kegiatan tersebut,” ujarnya.
Untuk itu, pemerintah harus belajar kembali apa yang pernah terjadi dengan Kepri beberapa waktu lalu. Selain merusak lingkungan hidup, pendapatan nelayan dan masyarakat juga terganggu.(dkh)